PPK LEMAHABANG

Panitia Pemilihan Kecamatan Lemahabang. Pelaksana Tahapan Penyelenggaraan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Karawang Tahun 2010.

MAKAM SYECH QURO

Lokasi Wisata Religius, Makam Syech Quro di Desa Pulokalapa Kecamatan Lemahabang Kabupaten Karawang, dikunjungi oleh Peziarah dari berbagai kota terutama pada setiap malam Sabtu, hingga di kenal dengan sebutan Saptuan.

MANG AJAT

Punggawa Blog ini, Akun Facebook Ajat Apana Gin's dengan trademark (Aya..... Aya..... Wae.....) pada setiap penutup update statusnya.

TANAMAN PADI

Lahan pertanian yang luas, Padi yang bernas, hasil yang melimpah, tapi mengapa swasembada pangan hanya ada dalam impian indah yang disodorkan oleh para pejabat tinggi, hingga harga beras melambung tinggi.

ANGEUN OSKADON

Lauk pauk tradisional alternatif, dengan olahan dan bumbu sederhana menjadikan sayur ini sangat menggugah selera, masyarakat di wilayah utara Karawang -Rengasdengklok dan sekitarnya menyebutnya dengan Angeun Oskadon.

Kamis, 10 September 2009

Asal Mula Munculnya Padi - Legenda Dewi Sri




Dewi Sri tidaklah berkeberatan untuk berangkat ke Buana Panca Tengah asalkan kepergiannya ditemani “Eyang Prabu Guruminda”. Permohonan Dewi Sri pun dikabulkan oleh Sunan Ambu. Sebelum berangkat meninggalkan Swarga Loka, Eyang Prabu Guruminda duduk bersemedi memohon petunjuk Hiang Dewanata. Setelah selesai semedi dan memperoleh petunjuk, dengan kesaktiannya yang hanya dalam waktu sekejap, wujud Dewi Sri berubah bentuk menjadi sebuah telur.



Setelah semua persiapannya selesai, maka berangkatlah Eyang Guruminda mengiring Dewi Sri dengan tujuan Negara Buana Panca Tengah. Dewi Sri yang berwujud sebagai telur, disimpan dalam sebuah kotak bernama “Cupu Gilang Kencana”. Prabu Guruminda setelah beberapa lama terbang ke setiap penjuru utara-selatan-barat-timur yang pada akhirnya pada suatu ketika Cupu Gilang Kencana terbuka dan “telur” di dalamnya pun terjatuhlah.

Sudah menjadi kehendak yang maha kuasa, telur tersebut jatuh di suatu tempat yang mana tempat itu dihuni oleh “Dewa Anta”. Dewa Anta yang mengetahui di tempat bersemayamnya ada telur, maka telur itu pun dipelihara nya. Setelah beberapa waktu lamanya, telur tersebut menetas dan lahirlah seorang putri yang sangat cantik yang tiada lain adalah Dewi Sri.

Dalam kedewasaannya dengan paras yang sangat cantik, maka tersiar berita ke seluruh negri akan kecantikan dan sang putri, dan berdatanganlah raja-raja kerajaan dengan maksud akan meminangnya sang putri untuk dijadikan permaisuri.


Dewi Sri memperoleh pinangan dari para raja, tetapi Dewi Sri tidak merasa senang karena bila ia menerima pinangan berarti ia telah mengingkari tugas dibebankan kepadanya. Kepada setiap raja pun telah dijelaskan bahwa maksud kelahirannya itu bukan semata-mata untuk mencari bakal suami, namun untuk melaksanakan tugas dari Sunan Ambu di Taman Swarga Loka yaitu untuk menganugerahkan “CIHAYA” kepada negara gelar Buana Panca Tengah.

Namun, walaupun penjelasan telah disampaikan, pinangan terus-menerus berdatangan dan oleh karenanya pada akhirnya Dewi Sri menderita tekanan bathin dan jatuh sakit. Semakin lama, sakit yang di derita Dewi Sri semakin parah dan tibalah suatu saat Sang Putri menyampaikan amanat terakhir “Bila tiba saat aku meninggal dan bila kelak aku sudah disemayamkan, akan terdapat suatu keanehan-keanehan pada pusaraku”. Dan akhirnya dengan kehendak yang Maha Kuasa, Dewi Sri pun meninggal dunia.

Benarlah apa yang diamanatkan oleh Sang putri akhirnya menjadi kenyataan. Dikisahkan pada suatu hari, ada kakek-nenek yang sedang mencari kayu bakar dan sekedar mencari bahan makanan untuk bekal hidupnya berdua.

Suatu ketika kakek dan nenek mendapatkan sebuah pusara yang telah ditumbuhi oleh tumbuh-tumbuhan yang belum pernah ditemui dan dilihatnya selama ini. Pada bagian kepala tumbuh pohon kelapa, pada bagian tangan tumbuh pohon buah-buahan, pada bagian kaki tumbuh pohon ubi, sedangkan pada bagian tubuhnya tumbuh pohon aren (enau=gula) dan suatu tumbuhan yang sangat aneh dan belum pernah selama ini kakek dan nenek menemukannya, dan baru kali ini melihatnya. Adalah serangkai tumbuhan berdaunan bagus berbuah masih hijau berbulu bagus pula.

Maka muncul niat kakek-nenek untuk memelihara tumbuhan aneh tersebut dan dibersihkannya pusara dan sekitar tumbuhan tersebut. Demikian dari hari ke hari minggu ke minggu dengan penuh kesabaran dan ketekunan tumbuhan itu dipeliharanya. Tak terasa waktu berjalan terus hingga menjelang bulan ke 5, buah yang hijau tadi telah penuh berisi, sehingga buah yang setangkai itu merunduk karena beratnya. Dengan penuh kesabaran dan keyakinan lagi pula ingin mengetahui sampai di mana dan apa sebenarnya tumbuhan yang aneh itu. Setelah beberapa lama menjelang bulan ke 6 ditengoknya kembali tumbuhan tersebut dan ternyata butir-butir buah tadi berubah menjadi menguning dan sangat indah nampaknya.


Setelah keduanya termenung maka timbullah niat untuk memetiknya. Sebelum dipetik buah tadi dicicip terlebih dahulu dan ternyata isinya putih dan terasa manis. Kakek dan nenek menyiapkan dupa beserta apinya untuk membakar kemenyan untuk memohon izin kepada “Hiang Widi”. Selesai upacara membakar kemenyan, ditebaslah tumbuhan yang dimaksud dan alangkah terkejutnya kakek dan nenek itu karena pada tangkai yang dipotong tadi mengeluarkan cairan bening serta harum, namun bagi kakek dan nenek tidaklah menjadi penyesalan karena disadarinya bahwa kejadian ini sudah menjadi kehendak yang kuasa.

Namun timbul kemudian niatnya untuk menanamnya kembali, dan butir-butir buah tadi ditanamnya kembali sekitar pusara Dewi Sri. Keajaibannya pun terjadi kembali karena dengan seketika itu pula butir-butir tadi tumbuh dan sudah berbuah kuning pula. Kakek dan nenek langsung menebasnya dan seketika itu pulalah ditaburkannya butir-butir kuning itu demikian terus kejadian itu terulang sehingga terkumpullah ikatan butir-butir buah kuning banyak sekali.

Atas kejadian ini kakek dan nenek menjadi bingung karenanya, memperoleh hasil sangat berlimpah dalam waktu sekejap. Dari asal buah setangkai. Lagi pula apa yang mereka miliki belum tahu apa dan buah apa gerangan terlebih namanya pun belum ada.

Demikian, karena kakek dan nenek dalam kebingungan bahkan belum mendapat keputusan untuk memberinya nama. Sehingga tiba-tiba nenek mengusulkan bahwa berhubung kakek dan nenek selalu bingung tidak bisa ada keputusan dan sukar untuk memilih, yang dalam bahasa Sunda disebut “paparelean”, maka disebutlah buah itu dengan nama “Pare” (padi).


Demikian lah akhir cerita ini. Hingga sekarang di tatar Sunda yang dimaksud sebagai Nagara Buana Panca Tengah, hingga kini tumbuhan serta buahnya yang dimaksud disebut “PARE”, yang merupakan cita-cita Dewi Sri Pohaci Long Kancana untuk kelengkapan hidup yang disebut “CIHAYA”. Karenanya orang-orang selalu menyebut Dewi Padi adalah Dewi Sri. ***

CARI ARTIKEL DAN TULISAN

Loading

SELAMAT DATANG

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More